BAB I
PENDAHULUAN
Hak asasi Manusia yang popular disingkat HAM merupakan
hak-hak dasar manusia yang dibawa sejak manusia dilahirkan di dunia dan
merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa.
HAM mempunyai akar yang panjang dan sama panjangnya dengan
sejarah umat manusia itu sendiri. Penindasan terhadap individu (perbudakan),
kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya ataupunnegara dengan Negara
lainnya tidak terlepas dari pelanggaran HAM. Kesadaran akan perlunya
perlindungan HAM ini biasanya terjadi setelah munculnya konflik dan perang yang
membawa bencana kemanusiaan. Oleh karena itu selepas perang dunia ke-II,
tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948, dideklarasikan pernyataan dunia tentang
Hak Asasi Manusia (declaration of human
rights).
Tidak hanya itu sebelum deklarasi HAM tersebut, para pendiri
bangsa Indonesia sudah memperdebatkannya perlu tidak dicantumkan dalam naskah
UUD 1945 dalam sidang BPUPKI maupun PPKI. Pada akhirnya naskah UUD 1945
disyahkan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 agustus mencantumkan HAM walaupun
tidak secara keseluruhan. Setelah UUD 1945 di amandemen baru HAM dicantumkan
secara lengkap.
Hak Asasi Manusia
(HAM)
v Pengertian HAM
Menurut Teaching Human Right yang
diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim
untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang
tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
v Perkembangan HAM di Eropa
1.
Sebelum
Deklarasi universal HAM 1948
Menurut Pasal 3-21 DUHAM,
hak personal, hak legal, hal sipil, dan politik meliputi :
1)
Hak
untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
2)
Hak
bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3)
Hak
bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4)
Hak
untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5)
Hak
untuk pengampunan hukum secara efektif;
6)
Hak
bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan sewenang-wenang;
7)
Hak
untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8)
Hak
untuk praduga tak bermasalah sampai terbukti bersalah;
9)
Hak
bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;
10) Hak bebas dari serangan terhadap
kehormatan dan nama baik;
11) Hak atas perlindungan hukum terhadap
serangan semacam itu;
12) Hak bergerak;
13) Hak memperoleh suaka;
14) Hak atas satu kebangsaan;
15) Hak untuk menikah dan membentuk
keluarga;
16) Hak untuk mempunyai hak milik;
17) Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan
beragama;
18) Hak bebas berfikir dan menyatakan
pendapat;
19) Hak untuk berhimpun dan berserikat;
dan
20) Hak untuk mengambil bagian dalam
pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi,
sosial, dan budaya meliputi :
1)
Hak
atas jaminan sosial;
2)
Hak
untuk bekerja;
3)
Hak
atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4)
Hak
untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;
5)
Hak
atas istirahat dan waktu senggang;
6)
Hak
atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7)
Hak
atas pendidikan; dan
8)
Hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
2.
Setelah
Deklarasi Universal HAM 1948
Terdapat empat kelompok pemikiran-pemikiran dalam hal ini:
Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya
berpusat pada bidang hukum dan politik. Dampak perang dunia II sangat mewarnai
pemikiran generasi ini, dimana totaliterisme dan munculnya keinginan
Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru sangat
kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti
hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa dan
ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum, dan sebagainya. Selain
dari hak-hak tersebut, hak nasionalitas, hak pemilikan, hak pemikiran, hak
beragama, hak pendidikan, hak pekerjaan dan kehidupan budaya juga mewarnai
pemikiran HAM generasi pertama ini.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak
yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan
hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi kedua ini lahir dua
konbensi HAM Internasional dibidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta konvensi
bidang sipil dan hak-hak politik sipil. Kedua konvensi tersebut disepakati
dalam sidang umum PBB 1966.
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacan kesatuan HAM antara
hak ekonomi, sosial , budaya , politik, dan hukum dalam satu bagian integral
yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of
development). Pada era generasi ketiga ini peranan Negara tampak begitu
dominan.
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran
kritis HAM. Pemikiran HAM generasi keempat ini dipelopori oleh Negara-negara di
kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration of the Basic Duties og Asia
People and Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini
tidak saja mencakup tuntutan structural, tetapi juga menyerukan terciptanya
tatanan sosial yang lebih berkeadilan. Tidak hanya mensalah hak asasi,
Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang masalah kewajiban asasi yang
harus dilakukan oleh setiap Negara. Secara positif deklarasi ini mengukuhkan
keharusan imperative setiap Negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Dalam
kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas hak asasi manusia bukan saja
urusan orang perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab Negara.
v Perkembangan HAM di Indonesia
a.
Prioede Sebelum Kemerdekaan
(1908-1945)
Pemikiran HAM dalam
periode sebelum kemerdekaan ini dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan
organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oteomo (1908), Sarekat Islam
(1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920). Lahirnya
organisasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan, dan
pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan
oleh para tokoh pergerakan nasional, sperti Soekarno, Agus Salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H Mas Mansur, K.H. wachid Hasyim, Mr. Maramis,
terjadi dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Dalam sidang-sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan
berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan Negara yang
menjamin hak dan kewajiban Negara dan warga Negara dalam Negara yang hendak
diproklamirkan.
Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo
mewakili organisasi pergerkan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melaului petisi-petisi yang ditujukan
kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti dari
perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
Diskursus HAM terjadi pula dikalangan tokoh pergerakan
Sarekat Islam seperti Tjokro Aminoto, H. Samanhudi, Agus Salim. Mereka
menyerukan pentingnya usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan
bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial yang dilakukan permerintah
kolonial. Berbeda dengan pemikiran HAM dikalangan tokoh nasionalis sekuler,
para tokoh Sarekat Islam mendasar perjuangan pergerakannya pada prinsip-prinsip
HAM dalam ajaran islam.
b. Priode Setelah Kemerdekaan
1.
Priode
1945-1950
Pemikiran
HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada:
a.
Bidang
sipil dan politik, melalui:
·
UUD
1945 (pembukaan, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, pasal 29, pasal 30, Penjelasan
Pasal 24 dan 25)
·
Maklumat
Pemerintah 1November 1945
·
Maklumat
Pemerintah 3 November 1945
·
Maklumat
Pemerintah 14 November 1945
·
KRIS,
khususnya Bab V, Pasal 7-33
·
KUHP
Pasal 99
b.
Bidang
ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:
·
UUD
1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
·
KRIS
Pasal 36-40
2.
Periode
1950-1959
Pada
periode ini dikenal dengan masa demokrasi parlemeter. Sejarah pemikiran HAM
pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan
HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana
kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. Menurut catatan
bagir manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada
lima indicator HAM:
1.
Munculnya
partai-partai politik dengan beragam ideology.
2.
Adanya
kebebasan Pers.
3.
Pelaksanaan
pemilihan umum secera aman, bebas, dan demokratis.
4.
Kontrol
parlemen atas eksekutif.
5.
Perdebatan
HAM secara bebas dan demokrastis.
3.
Periode
1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh
system Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.
Demokrasi Terpimpin tidak lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno
terhadap system Demokrasi parlementer yang dinilai sebagai produk barat.
Menurutnya Demokrasi parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia
yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Melalui system Demokrasi
Terpimpin kekuasaan terpusat ditangan presiden. Presiden tidak dapat dikontrol
oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan
Presiden Soekarno bersifat absolute, bahkan dinobatkan sebagai presiden RI
seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual
ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga Negara. Semua pandangan politik
masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebikjakan pemerintah yang otoriter.
Dalam dunia seni, misalnya, atas nama revolusi pemerintah Presiden Soekarno
menjadika Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berfiliasi kepada PKI sebagai
satu-satunya lembaga seni yang diakui. Sebaliknya, lembaga selain Lekra
dianggap anti pemerintah atau kontra-revolusi.
4.
Periode
1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjadikan harapan baru bagi penegakan
HAM di Indonesia. Bergbagai seminar tentang HAM dilakukan Orde baru. Namun pada
kenyataannya, Orde baru telah menorehkan sejarah hitampelanggaran HAM di
Indonesia. Setelah mendapatkan mandate konstitusional dari sidang MPRS,
pemerintah Orde baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang
anti HAM yang anggapnya sebagai produk barat. Diantara butir penolakan
pemerintah orde baru tehadap konsep universal HAM adalah:
a.
HAM
adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam pancasila.
b.
Bangsa
Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan
UUD 1945 yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c.
Isu
HAM sering kali digunakan ileh Negara-negara Barat untuk memojokkan Negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia.
5.
Periode
Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.
Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim
militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM.
Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antarnya: konvensi HAM tentang
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk
diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang
diskriminasi dalam perkerjaan dan jabaran; serta konsi tentang usia minimum
untuk diperbolekan bekerja.
Selain itu, kesungguhan pemerintah B.J. Habibie dalam perbaikan
pelaksanaa HAM ditunjukkan dengan
pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM,
pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada emat pilar, yaitu:
1.
Persiapan
pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2.
Diseminasi
informasi dan pendidikan bidang HAM
3.
Penentuan
skala prioritas pelaksanaan HAM
4.
Pelaksanaan
isi perangkat Internasional dibidang HAM yang telah dirantifikasi melalui
perndang-undangan nasional.
Komimen pemerintah
terhadap pengakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahaan UU tentang HAM,
pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan
Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen kehakiman dan HAM.
Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua Protokol Hak anak, yakni
protokol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi
anak, serta protocol yang terkait dengan keterlibatan anka dalam konflik
bersenjata.
v Pelanggaran
dan Pengadilan HAM
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelomok orang termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku. Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran
kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara atau
institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasin
yurudis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran HAM
dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1.
Pelanggaran
HAM berat, meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
2.
Pelanggaran
HAM ringan, bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelangaran
HAM berat diatas.
Kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama.
Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a.
Membunuh
anggota kelompok
b.
Mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
c.
Menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya.
d.
Memaksakan
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
e.
Memindahkan
secra paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Sedangkan kejahatan kemanusiaan
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan
sistematis. Adapun serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadap
pendduk sipil berupa:
a.
Pembunuhan
b.
Pemusnahan
c.
Perbudakan
d.
Pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa
e.
Perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenag yang
melanggar (asas-asas) ketentuan; pokok hukum internasional
Kesimpulan
Jadi hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Daftar Pustaka
Kewarganegaraan (Hak Asasi Manusia)
Sumber lain: