Kamis, 22 November 2012

Hak Asasi Manusia


BAB I
PENDAHULUAN

Hak asasi Manusia yang popular disingkat HAM merupakan hak-hak dasar manusia yang dibawa sejak manusia dilahirkan di dunia dan merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa.
HAM mempunyai akar yang panjang dan sama panjangnya dengan sejarah umat manusia itu sendiri. Penindasan terhadap individu (perbudakan), kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya ataupunnegara dengan Negara lainnya tidak terlepas dari pelanggaran HAM. Kesadaran akan perlunya perlindungan HAM ini biasanya terjadi setelah munculnya konflik dan perang yang membawa bencana kemanusiaan. Oleh karena itu selepas perang dunia ke-II, tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948, dideklarasikan pernyataan dunia tentang Hak Asasi Manusia (declaration of human rights).
Tidak hanya itu sebelum deklarasi HAM tersebut, para pendiri bangsa Indonesia sudah memperdebatkannya perlu tidak dicantumkan dalam naskah UUD 1945 dalam sidang BPUPKI maupun PPKI. Pada akhirnya naskah UUD 1945 disyahkan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 agustus mencantumkan HAM walaupun tidak secara keseluruhan. Setelah UUD 1945 di amandemen baru HAM dicantumkan secara lengkap.


Hak Asasi Manusia
(HAM)
v  Pengertian HAM
Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

v  Perkembangan HAM di Eropa
1.      Sebelum Deklarasi universal HAM 1948
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hal sipil, dan politik meliputi :
1)      Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
2)      Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3)      Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4)      Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5)      Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
6)      Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan sewenang-wenang;
7)      Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8)      Hak untuk praduga tak bermasalah sampai terbukti bersalah;
9)      Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;
10)  Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11)  Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
12)  Hak bergerak;
13)  Hak memperoleh suaka;
14)  Hak atas satu kebangsaan;
15)  Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16)  Hak untuk mempunyai hak milik;
17)  Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18)  Hak bebas berfikir dan menyatakan pendapat;
19)  Hak untuk berhimpun dan berserikat; dan
20)  Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi :
1)      Hak atas jaminan sosial;
2)      Hak untuk bekerja;
3)      Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4)      Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;
5)      Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6)      Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7)      Hak atas pendidikan; dan
8)      Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.

2.      Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Terdapat empat kelompok pemikiran-pemikiran dalam hal ini:

            Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Dampak perang dunia II sangat mewarnai pemikiran generasi ini, dimana totaliterisme dan munculnya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum, dan sebagainya. Selain dari hak-hak tersebut, hak nasionalitas, hak pemilikan, hak pemikiran, hak beragama, hak pendidikan, hak pekerjaan dan kehidupan budaya juga mewarnai pemikiran HAM generasi pertama ini.

            Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi kedua ini lahir dua konbensi HAM Internasional dibidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta konvensi bidang sipil dan hak-hak politik sipil. Kedua konvensi tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966.

            Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacan kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial , budaya , politik, dan hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of development). Pada era generasi ketiga ini peranan Negara tampak begitu dominan.

            Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran HAM generasi keempat ini dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration of the Basic Duties og Asia People and Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini tidak saja mencakup tuntutan structural, tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang lebih berkeadilan. Tidak hanya mensalah hak asasi, Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang masalah kewajiban asasi yang harus dilakukan oleh setiap Negara. Secara positif deklarasi ini mengukuhkan keharusan imperative setiap Negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Dalam kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas hak asasi manusia bukan saja urusan orang perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab Negara.

v  Perkembangan HAM di Indonesia
a.      Prioede Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan ini dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oteomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920). Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan, dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para tokoh pergerakan nasional, sperti Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H Mas Mansur, K.H. wachid Hasyim, Mr. Maramis, terjadi dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang-sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan Negara yang menjamin hak dan kewajiban Negara dan warga Negara dalam Negara yang hendak diproklamirkan.
           Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerkan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melaului petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
           Diskursus HAM terjadi pula dikalangan tokoh pergerakan Sarekat Islam seperti Tjokro Aminoto, H. Samanhudi, Agus Salim. Mereka menyerukan pentingnya usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial yang dilakukan permerintah kolonial. Berbeda dengan pemikiran HAM dikalangan tokoh nasionalis sekuler, para tokoh Sarekat Islam mendasar perjuangan pergerakannya pada prinsip-prinsip HAM dalam ajaran islam.

b.      Priode Setelah Kemerdekaan
1.      Priode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada:

a.      Bidang sipil dan politik, melalui:
·         UUD 1945 (pembukaan, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, pasal 29, pasal 30, Penjelasan Pasal 24 dan 25)
·         Maklumat Pemerintah 1November 1945
·         Maklumat Pemerintah 3 November 1945
·         Maklumat Pemerintah 14 November 1945
·         KRIS, khususnya Bab V, Pasal 7-33
·         KUHP Pasal 99
b.      Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:
·         UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
·         KRIS Pasal 36-40

2.      Periode 1950-1959
Pada periode ini dikenal dengan masa demokrasi parlemeter. Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional. Menurut catatan bagir manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indicator HAM:
1.      Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideology.
2.      Adanya kebebasan Pers.
3.      Pelaksanaan pemilihan umum secera aman, bebas, dan demokratis.
4.      Kontrol parlemen atas eksekutif.
5.      Perdebatan HAM secara bebas dan demokrastis.

3.      Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh system Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno. Demokrasi Terpimpin tidak lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno terhadap system Demokrasi parlementer yang dinilai sebagai produk barat. Menurutnya Demokrasi parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
            Melalui system Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpusat ditangan presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolute, bahkan dinobatkan sebagai presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga Negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebikjakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya, atas nama revolusi pemerintah Presiden Soekarno menjadika Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berfiliasi kepada PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui. Sebaliknya, lembaga selain Lekra dianggap anti pemerintah atau kontra-revolusi.

4.      Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjadikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Bergbagai seminar tentang HAM dilakukan Orde baru. Namun pada kenyataannya, Orde baru telah menorehkan sejarah hitampelanggaran HAM di Indonesia. Setelah mendapatkan mandate konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang anggapnya sebagai produk barat. Diantara butir penolakan pemerintah orde baru tehadap konsep universal HAM adalah:
a.      HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila.
b.      Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c.       Isu HAM sering kali digunakan ileh Negara-negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

5.      Periode Pasca Orde Baru

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM.

Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antarnya: konvensi HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam perkerjaan dan jabaran; serta konsi tentang usia minimum untuk diperbolekan bekerja.

Selain itu, kesungguhan pemerintah B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksanaa HAM  ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada emat pilar, yaitu:
1.      Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2.      Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM
3.      Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM
4.      Pelaksanaan isi perangkat Internasional dibidang HAM yang telah dirantifikasi melalui perndang-undangan nasional.

Komimen pemerintah terhadap pengakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahaan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua Protokol Hak anak, yakni protokol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak, serta protocol yang terkait dengan keterlibatan anka dalam konflik bersenjata.



v   Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelomok orang termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasin yurudis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
            Pelanggaran HAM dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1.      Pelanggaran HAM berat, meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
2.      Pelanggaran HAM ringan, bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelangaran HAM berat diatas.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a.      Membunuh anggota kelompok
b.      Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
c.       Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.
d.      Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
e.      Memindahkan secra paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Sedangkan kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan sistematis. Adapun serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadap pendduk sipil berupa:
a.      Pembunuhan
b.      Pemusnahan
c.       Perbudakan
d.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e.      Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenag yang melanggar (asas-asas) ketentuan; pokok hukum internasional

Kesimpulan

Jadi hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Daftar Pustaka

Kewarganegaraan (Hak Asasi Manusia)

Sumber lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar